gravatar

CETUSAN KALBU MENGUNGKAP FAKTA



INILAH jeritan hati seorang Narapidana politik Muslim, korban kezaliman rezim Soeharto,
semasa Beny Moerdani  menjadi Pangab dan Try Sutrisno  sebagai Kasad. Ditulis pada 1986 di
L.P. Permisan Nusakambangan, setelah Sang Napol divonis 13 tahun penjara karena dituduh
bercita-cita mendirikan Negara Islam, dan mempublikasikan pikiran-pikiran “subversi” tersebut
melalui Tabloid Ar-Risalah yang dipimpinnya.


Pernahkan anda rasakan
bagaimana tersenyum di tengah derita?
Kusaksikan sendiri siksa di atas siksa
ditimpakan atas diri mujahid-mujahid muda, pembela risalah-Nya
Ketika kayu pemukul dan pentungan besi
Dihamtamkan pada tubuh-tubuh lunglai
Ketika kuku jemari dicabuti, kumis dan jenggot dibakar
dan tubuh dililit kawat bermuatan listrik
lalu kata-kata kotor menghina, terlontar dari mulut beracun para durjana
Sembari menyemburkan pertanyaan-pertanyaan menjebak,
di sekitar dakwah dan ide mendirikan negara Islam
Guna harapkan sepotong kata sesal dari lisan tak berdaya
Hanya takbir dan do’a pengawal tubuh berselimut luka
Seulas senyum pun tersungging
mengiringi kemenangan iman menghadapi siksa
Fakta dan pengalaman di balik penjara,
menjadi bukti kebenaran berita al-Qur’an
“Bila mereka dapat menangkapmu


Mereka akan menyakitimu dengan tangannya
Dan mencacimu dengan mulutnya”
Tapi manusiawikah menyerang ketakberdayaan dengan
keganasan binatang?
September 1984: Peristiwa Tanjung Periok terjadi
Manusia ditembak bagai binatang buruan
Awal 1989: Tragedi Lampung Berdarah
Laki-laki dibunuh dituduh pembangkang
Bayi, anak-anak dan ibu mereka jadi sasaran kemarahan
Dipanggang hidup-hidup, di dalam rumah yang sengaja dibakar
Limapuluh orang ibu-ibu, 80 orang anak-anak pria dan wanita
Akhirnya jadi korban pembantaian yang biadab
Menyusul pembunuhan muslim Aceh 1990
Jasad manusia bergelimpangan di jalanan
Di negeri ini malapetaka laksana gelombang
datang susul menyusul menimpa ummat Islam
Rezim orde Baru berdiri di atas tengkorak generasi muslim
kaki tangan mereka berlumur darah orang tak berdosa
Membunuh mereka demo stabilitas Nasional?
Ataukah tumbal bagi langgengnya kekuasaan?
Di tengah situasi dimana kezaliman diperagakan jumawa
Adakah mata titikkan airnya tangisi ummat ini
Masih adakah telinga dengarkan ratap mereka
Agaknya peduli pun orang khawatir
Menjadi syetan bisu pilihan yang aman
Tapi para durjana punya jawabnya  yang bikin luka hati kian menganga
“Peristiwa itu ibarat virus kecil
Yang berusaha guncangkan tubuh yang sesat
Tak usah dipermasalahkan lagi, mereka yang mati hanya kecil saja
Ummat Islam berjuta-juta jumlahnya, harus dapat membedakan
Mana ajaran yang benar dan mana ajaran berkedok agama”
Bagai dajjal si buta sebelah, menghasut ummat tanpa rasa salah
Manakala para durjana perlihatkan jati dirinya
Lewat keganasan dan logika tentara
Iman dan akal fikiran faham soalnya
Tetapi jika mereka yang mengaku beriman dan tokoh agama
Ikut melecehkan perjuangan mujahid dakwah
Dan menganggap enteng pengorbanan mereka,
lalu melontarkan kutukan keji, menjadi agen kezaliman lewat fatwa
“Pemerintah telah bertindak benar, membasmi pengacau negara “
Kemudian menjadi alasan bertindak bagi Fir’aun
Duhai, dimanakah persaudaraan iman dan harga diri mukmin
Bukankah, berjuang menegakkan syari’at Allah
Kewajiban ummat Islam seluruhnya
Bukankah tumpahkan darah tanpa haq adalah dosa?
Menyetujui kejahatan demikian, apakah juga bukan dosa?
OHO...agaknya syetan telah belokkan hati nan jernih
Ketahuilah, Fir’aun terkenal lantaran zalim
Bal’am dilaknat sebab khianat pada agama
Lalu dengan apakah Anda dikenal dan diperkenalkan?
Terhadap petakan dan rintihan yang diderita saudara seagama
Anda malah mengelak tanggung jawab
Padahal hancurnya nasib ummat adalah taruhannya
Na’udzubillahi min dzalik




NOTE: You are welcome to share my words with others – please credit “dithelen” with a link to my website.  Thanks!