gravatar

POLITIK ISLAM TNI: DARI PRABOWO HINGGA WIRANTO





Menggunakan bendera Islam untuk meraih kekuasaan pernah dipakai oleh Letjen (Purn) Prabowo Subianto dan kawan-kawannya. Prabowo, selain membangun kekuatannya di TNI Angkatan Darat, ia juga membesarkan Komite Indonesia untuk Dunia Islam (KISDI) pimpinan Ahmad Sumargono dan Front Pembela Islam (FPI) pimpinan Habib Razied Shihab. Prabowo juga menggunakan Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang juga dipakai mertuanya, Jendral (Purn) Soeharto untuk memperpanjang kekuasaan politiknya. Kebetulan, ada sinergi antara orang-orang sipil di ICMI yang ingin menjalin hubungan dengan tentara untuk menguasai pemerintahan.

Klik politik Islam Prabowo berhasil merekrut Jendral Feisal Tanjung dan Jendral Hartono, dua jendral yang berkuasa ketika itu. Mereka berdua tiba-tiba jadi jendral Isalam, yang ke sana ke mari memakai baju koko dan kopiah. Lalu, Prabowo dan Hartono mendirikan Center Policy for Development Studies (CPDS). Lembaga ini merekrut jendral-jendral Islam seperti Mayjen TNI Mulkis Anwar, dan Brigjen TNI Robik Mukav, Mayjen TNI Fachrul Razi, dan Brigjen TNI Kivlan Zen. Jaringan para jendral ini dibina Prabowo dan dihubungkannya dengan kelompok-kelompok Islam garis keras binaan Prabowo.

Namun, setelah Soeharto jatuh, Prabowo disingkirkan Wiranto. Nah, jaringan "Islam" Prabowo inilah yang kemudian dipakai Wiranto untuk memperkuat posisi politiknya di depan Gus Dur dan kaum nasionalis dan mahasiswa yang terus menyudutkan Angkatan Darat.
Wiranto kemudian mengembangkan dan memelihara "jaringan Islam" itu. Pangkostrad, Letjen TNI Djadja Suparman dan Mayjen Pol Noegroho Djajoesman (Kapolda Metrojaya) adalah dua jendral klik Wiranto (ini sudah diketahui) yang bertugas membina kelompok-kelompok Islam garis keras yang pro klik Wiranto. Kelompok-kelompok ini kebanyakan adalah kelompok-kelompok yang dulu dibina Prabowo. Ada informasi misalnya, penyerbuan dan pembakaran Wisma Doulos milik Yayasan Kristen Doulos di Pondok Gede, dilakukan oleh sekelompok anggota Kostrad.

Kedekatan klik Wiranto dengan FPI yang mencolok misalnya aksi-aksi FPI yang mendukung Wiranto saat jendral itu diperiksa KPP HAM. Itu juga dinampakkan ketika Kantor Gubernur DKI Jakarta Raya diduduki gerombolan FPI bersenjata tajam selama jam kerja, Kapolda Noegroho Sjajusman dan Pangdam Jaya Djadja Suparman tak melakukan apapun untuk mengusir gerombolan itu. Ini sempat membuat Gubernur DKI, Letjen (Purn) Sutiyoso yang juga mantan Pangdam Jaya, gusar. "Mengapa aparat tak mengusir mereka yang membuat aktifitas pemerintahan lumpuh?" ujar Sutiyoso ketika itu. Nah, kalau Djadja dan Noegroho bukan kawan FPI, mengapa pendudukan itu dibiarkan? (*)


SiaR News Service